Menunggu di halte Trans Jakarta



            Pagi ini seperti biasa aku berdiri di halte Trans Jakarta, menunggu dan terus menunggu kedatangannya. Pagi ini begitu cerah, matahari bersinar terik. Suara - suara bising kendaraan bermotor yang lalu lalang sudah menjadi santapan hari - hariku. Terdengar suara langkah seseorang yang berjalan kearah ku, dan benar saja itu dia. Orang yang sudah ku tunggu sejak pagi tadi saat matahari masih tertidur lelap sampai kini senyumnya menyinari sekeliling halte tempat ku berdiri.
            Dia adalah seorang pemuda yang selalu berada di halte ini setiap hari, setiap pagi. Memakai baju berwarna hijau terang dengan celana hitam, dan sepatu berwarna biru tua. Pemuda itu bernama Soleh. Ya, aku tahu namanya dari sapaan teman - temannya yang juga bekerja di halte ini. Soleh bekerja sebagai penjaga yang bertugas mengecek karcis di halte bus Trans Jakarta ini. “Assalamualaikum, Soleh. Bagaimana pagi ini?” itulah yang selalu dikatakan teman-temannya. “Wa’alaikumsalam, Alhamdulillah pagi ini sehat, cerah, ceria seperti mentari pagi” itulah yang selalu dikatakan oleh Soleh.
            Dia adalah pemuda yang baik, santun, dan senang menolong orang. Pernah suatu ketika ada seorang nenek - nenek yang sudah sangat tua tidak mengerti cara menaiki bus Trans Jakarta. Soleh pun menolongnya dengan membimbing nenek tersebut dari mulai membeli tiket sampai duduk di dalam bus Trans Jakarta. Betapa baiknya Soleh, aku sungguh kagum padanya. Meskipun hanya bisa melihatnya setiap pagi tanpa berbicara langsung kepadanya. Aku sangat kagum kepadanya, sebab sosok pemuda sepertinya sudah sangat jarang sekali ditemukan di dunia ini.

            Hari berikutnya seperti biasa aku berdiri di halte yang sama, di pagi yang berbeda, namun tetap menunggu orang yang sama. Tidak berapa lama Soleh pun datang, iya tampak sangat ceria sama seperti hari - hari sebelumnya. Ku lihat Soleh menghampiri temannya. “Kenapa kamu, Sya?” tanya Soleh. “Ini Bul, saya sangat kesal sama ibu saya. Saya berencana melanjutkan sekolah ke luar kota tetapi dilarang. Kenapa sih saya selalu saja dilarang - larang, dari kecil terkadang tidak diizinkan pergi kemana - mana, waktu SMP dan SMA saja saya jarang pergi ke mall bersama teman -teman” Jawab Marsya, salah satu teman kerja Soleh. Kemudian Soleh tersenyum sambil berkata, “kamu yakin kesal sama ibu kamu sendiri? Dia itu ibu kamu lho. Seorang ibu pasti tau mana yang terbaik bust anaknya. Nikmati saja sekarang kamu sedang dekat dengan orang tua kamu. Walaupun kamu sekarang sudah besar, bukan berarti kamu harus menjauhi orang tua kamu. Memang, tidak enak rasanya terkekang tetapi ingat, jika suatu saat kamu sudah menikah dan pergi bersama suami kamu, kamu pasti akan kangen sekali sama ibu kamu. Meskipun dia bawel tetapi dia sangat sayang sama kamu. Nanti tidak akan ada lagi yang sebawel ibu kamu lho.” Betapa bijaknya Soleh. Kemudian Marsya hanya terdiam, lalu berkata “benar juga ya, wah terima kasih atas nasihatnya. Nanti aku akan meminta maaf kepada ibuku setelah sampai di rumah.” “Jangan nanti - nati, sekarang saja kamu sms ibu kamu” ucap Soleh. “Oh iya benar juga hahaha.” Sungguh pemuda yang sangat bijak dan inspiratif, aku semakin kagum padanya. Beruntung rasanya bisa mengetahui ada pemuda seperti Soleh, sayangnya aku masih tetap tidak dapat berbicara dengannya. Aku hanya dapat mengaguminya, dan melihatnya di halte ini. Melihat matanya yang berwarna cokelat, dan senyum cerianya seperti mentari pagi.

Keesokan harinya, selalu seperti biasa aku selalu menunggunya, namun hari ini berbeda. Soleh telat datang, tidak seperti biasanya seperti ini. Sudah pukul 09.00 pagi namun ia belum juga muncul. Aku pun masih setia menunggunya disini, namun lama - kelamaan aku merasa bosan juga. Aku pun pergi ke arah jalan raya, siapa tahu nanti aku bertemu Soleh yang baru turun dari angkutan umum. Aku melihat ke kanan dan ke kiri namun tidak terlihat sosok Soleh. Tiba - tiba aku melihat ada motor yang melaju sangat cepat, namun motor itu tampak oleng menuju ke arah ku.
***
“Bagaimana keadaannya dokter?” suara seorang pemuda terdengar samar - samar. Aku terbangun dan saat aku melihat sekeliling aku sedang berada di rumah sakit. Kemudian, aku melihat ada Soleh. Ternyata dia yang membawaku ke rumah sakit ini. “Aku kenapa?” tanyaku didalam hati. Setelah sadar penuh, aku pun teringat bahwa aku tertabrak motor saat sedang mencari Soleh. Sekarang ia ada disini. Ia menolongku. Ia menyelamatkan hidupku.
“Kamu baik sekali nak, mau menolong kucing itu sampai rela jauh - jauh membawanya ke rumah sakit hewan ini” kata seorang dokter. “Iya dokter, soalnya setiap pagi kucing itu selalu ada di halte bus Trans Jakarta tempat saya bekerja. Dia selalu ada sebelum saya datang, rasanya kucing itu seperti teman saya juga. Menyambut saya setiap pagi dengan senyum cerianya. Lagipula bukankah Nabi Muhammad saw. juga sangat mencintai kucing, bahkan kita memang diharuskan untuk mencintai sesama makhluk hidup” jawab Soleh, seperti biasa selalu bijak, ramah, dan santun. Betapa mulia dirinya, aku hanya seekor kucing biasa namun ia rela menyelamatkan nyawaku. Ia juga ternyata sadar akan keberadaanku setiap pagi di halte itu. Terima kasih ya Tuhan, dibalik semua ujian dan cobaanmu selalu ada hikmah dan kebahagiaan.
Soleh datang melihat keadaanku, kemudian ia berkata “kamu akan baik - baik saja. Nama kamu siapa? aku beri nama si putih ya? Soalnya warna kamu putih bersih. Terima kasih ya setiap pagi kamu selalu ada di halte dan menemani aku sampai malam hari. Kamu kucing yang baik, sayang aku harus kerja memeriksa karcis kalau tidak sibuk pasti aku sudah mengajakmu bermain sepanjang hari. Hahaha sekarang kita menjadi teman baik ya, putih. Maaf tadi aku datang terlambat, kamu pasti mencariku. Tadi aku harus mengumpulkan formulir perlombaan, aku ikut lomba cerpennya UIBF lho. Doakan aku semoga menang ya, hehe.” Soleh mengajak aku berbicara seolah - olah aku manusia sama seperti dirinya, rasanya aku ingin membalas ucapannya, “terima kasih kamu sudah menolongku.”
Beberapa hari setelah kejadian itu aku sudah kembali sehat, seperti biasanya aku melanjutkan aktivitas pagi ku. Kali ini Soleh sering sekali menatapku dan tersenyum kepadaku. Betapa senangnya diriku, dianggap teman olehnya. Bersyukur sekali rasanya dapat mengenal pemuda yang sangat inspiratif seperti dirinya. Setiap pagi ia selalu menebar cinta kepada sesama. Bukan cinta - cintaan remaja labil, tetapi cinta karena-Nya. Setiap tingkah lakunya dan perbustannya, selalu didasari keinginan mendapatkan keridhaan dari-Nya. Aku pun termotivasi, walaupun aku hanya seekor kucing tetapi ku rasa aku dapat melakukan banyak hal lebih untuk mendekatkan diriku kepada-Nya. Contohnya, menemani dan menyenangkan hati Soleh. Menyenangkan hati sesama makhluk hidup bukankah termasuk pahala juga, bukan? Hehehe terima kasih Soleh dan terima kasih Tuhanku.

Penulis : Neka Rusyda Supriatna
NB : Cerpen ini adalah cerpen yg saya kirim untuk UI-IBF 2014, namun blm berhasil jd saya post :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mata Kuliah Eksternal FIB UI

Cute Cupcake

TMII punya perpustakaan loh