Perpustakaan Nasional Republik Indonesia : Simbol Peradaban dan Pusat Budaya Bangsa Dapat Diakses oleh Semua
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, tempat inklusif untuk semua.
Seperti yang kita tahu Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (RI) memiliki dua gedung yaitu, gedung di Salemba dan di Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta. Sudahkah kalian mengunjungi gedung baru Perpustakaan Nasional RI di Jl. Medan Merdeka Selatan? Jika sudah, apa kesan kalian ketika melihat gedung utama Perpustakaan Nasional RI yang baru? Pasti kalian takjub dengan tampilan eksterior gedung yang tinggi dan megah. Gedung dengan tampilan dinding dipenuhi kaca-kaca, memiliki ketinggian 24 lantai, dan yang paling mencuri perhatian, di depan gedung terdapat tulisan-tulisan “Perpustakaan Nasional Republik Indonesia” dengan menggunakan 5 bahasa yang berbeda.
Hal lain yang paling menarik perhatian saya adalah adanya ramp di kanan dan kiri bangunan Perpustakaan Nasional RI. Ramp adalah jalur landai yang umumnya dilalui lansia (lanjut usia / orang tua) dan teman difabel (different ability) saat menggunakan bantuan kursi roda atau tongkat. Artinya, Perpustakaan Nasional RI mencoba untuk menyediakan akses yang mudah bagi semua orang untuk masuk ke gedung perpustakaan. Menurut keterangan di website Perpustakaan Nasional RI selain menyediakan koleksi-koleksi buku pada umumnya, mereka juga menyediakan koleksi anak, lansia dan disabilitas di lantai 7. Pada layanan anak, ruangan didesain sedemikian rupa dengan warna-warni ceria agar anak-anak nyaman untuk berkunjung ke perpustakaan. Koleksi yang disediakan juga koleksi-koleksi anak yang penuh dengan gambar-gambar menarik, sehingga anak-anak akan lebih mudah tertarik untuk membaca isi buku. Sementara di layanan lansia dan disabilitas disediakan beberapa layanan seperti kursi roda bagi yang membutuhkan, ada mesin khusus yang membantu memperbesar huruf buku untuk lansia, dan disediakan koleksi buku dengan huruf Braille bagi teman-teman tuna netra. Dengan kata lain dari segi akses dan layanan, Perpustakaan Nasional RI telah menyediakan akses bagi semua kalangan, termasuk juga untuk teman-teman difabel dan lansia. Hal ini tentunya sesuai dengan salah satu misi Perpustakaan Nasional RI yaitu “terwujudnya layanan prima”. Perpustakaan Nasional RI secara prima mampu memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan masing-masing pengunjung perpustakaan. Pelayanan yang prima tentunya akan membuat pengunjung merasa senang dan bersedia kembali datang ke Perpustakaan Nasional RI untuk membaca buku.
Jika kita lihat, Perpustakaan Nasional RI sesungguhnya memang diperuntukkan bagi seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai macam kalangan baik itu anak-anak, remaja, teman difabel, sampai lansia sekalipun boleh datang berkunjung dan menggunakan layanan di Perpustakaan Nasional RI. Perpustakaan mejadi tempat yang inklusif, semua orang berbaur satu sama lain, semua orang bisa membaca dan mengakses layanan perpustakaan, mereka pun membaca buku bersama duduk berdekatan tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lainnya. Seringkali ketika saya berkunjung ke Perpustakaan Nasional RI, saya melihat banyak orang dari berbagai macam usia senang berkunjung untuk membaca buku, mencari referensi tugas, mengerjakan tugas-tugas, serta berdiskusi di Perpustakaan Nasional RI. Besar harapan hal ini menjadi budaya di Indonesia, dimana masyarakatnya bisa gemar membaca seperti yang tertuang di dalam visi Perpustakaan Nasional yaitu “terwujudnya Indonesia cerdas melalui gemar membaca dengan memberdayakan perpustakaan”. Indonesia cerdas, artinya semua masyarakat di Indonesia bisa tercerahkan dengan gemar membaca, dan tentunya “semua masyarakat di Indonesia” memiliki arti seperti apa yang saya sampaikan tadi di atas, yaitu terdiri dari berbagai macam kalangan baik itu anak-anak, remaja, teman difabel, sampai lansia sekalipun.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, simbol peradaban dan pusat budaya bangsa.
Apa sebenarnya maksud budaya dan peradaban di perpustakaan? Mengutip dari caption pada salah satu postingan di instagram @perpusnas.press, dikatakan bahwa “perpustakaan sebagai pusat budaya bangsa dimaknai bahwa perpustakaan adalah tempat dikelolanya berbagai ilmu pengetahuan. Sementara peradaban itu sendiri adalah perkembangan pemikiran manusia yang disimbolkan pada artefak dan dokumen bernilai sejarah”.
Dilihat dari makna “pusat budaya bangsa”, Perpustakaan Nasional RI telah mengelola dan menyediakan berbagai macam ilmu pengetahuan. Dari segi subjek, Perpustakaan Nasional RI mengelola berbagai macam subjek ilmu pengetahuan yang diklasifikasikan menggunakan nomor DDC (Dewey Decimal Classification), mulai dari rumpun sosial, bahasa, agama, dan sains. Dari segi bentuk, ada berbagai macam koleksi-koleksi dari mulai buku, jurnal, manuskrip, kartografis, audio-visual, sampai ke bentuk mikro. Bahkan, disediakan pula buku dengan huruf Braille untuk teman tuna netra dan teknologi layanan memperbesar huruf buku bagi lansia. Ini artinya bukan hanya sekedar “berbagai ilmu pengetahuan” tapi juga ilmu pengetahuan itu dapat diakses oleh semua kalangan.
Dilihat dari makna “peradaban”, Perpustakaan Nasional RI sendiri juga menyimpan hasil-hasil pemikiran manusia. Jika kita ingin melihat hasil pemikiran manusia berupa dokumen bernilai sejarah, kita pun bisa menuju ke layanan naskah Nusantara di lantai 9 dan layanan koleksi foto, peta, dan lukisan di lantai 16 Perpustakaan Nasional RI. Artinya, Perpustakaan Nasional RI juga memiliki simbol peradaban karena sudah mengelola dan menyimpan produk-produk hasil pemikiran manusia berupa dokumen bernilai sejarah. Bahkan, koleksi-koleksi buku (monograf) pun juga merupakan hasil dari pemikiran manusia berupa artefak. Artefak sendiri memiliki pengertian berupa wujud kebudayaan fisik yang dihasilkan dari aktivitas manusia. Buku tentunya merupakan wujud fisik hasil aktivita manusia (menulis), buku bisa kita lihat, kita raba, serta terdokumentasi tentunya. Berarti, Perpustakaan Nasional RI bisa dikatakan memenuhi syarat sebagai perpustakaan yang memiliki simbol peradaban dan sebagai pusat budaya bangsa.
Simbol peradaban dan pusat budaya bangsa dapat diakses oleh semua.
Kebudayaan tercipta dari serangkaian aktivitas berulang yang dilakukan oleh manusia. Peradaban sendiri tercipta karena adanya hasil pemikiran dari manusia. Di perpustakaan, aktivitas utama yang diharapkan dari pustakawan adalah kegiatan membaca. Membaca bisa dilakukan di tempat (perpustakaan) atau dengan meminjam buku dan membacanya di luar perpustakaan. Jika pengunjung berkali-kali membaca buku dari perpustakaan, otomatis hal itu yang kita sebut dengan budaya gemar membaca. Hal itu juga yang menjadi tolak ukur suksesnya visi Perpustakaan Nasional RI. Banyaknya pengunjung yang membaca berbagai macam subjek buku, akan membuat Perpustakaan Nasional RI menambah koleksi di perpustakaan mereka sesuai dengan evaluasi dari data yang ada tentunya. Penambahan-penambahan subjek dan jenis koleksi inilah yang menjadikan Perpustakaan Nasional RI kaya akan beragam ilmu pengetahuan sehingga menjadi simbol peradaban dan pusat budaya bangsa. Selain itu, penggunaan teknologi canggih di perpustakaan juga menjadi bagian dari kebudayaan di perpustakaan. Penggunaan teknologi sudah sering kita lihat di perpustakaan, seperti mesin OPAC (mesin untuk mencari buku di rak), sistem otomasi perpustakaan untuk meminjam dan mengembalikan buku, layanan cetak kartu perpustakaan, buku elektronik yang dapat diakses melalui handphone, dan yang terkini adanya layanan koleksi berteknologi canggih untuk teman difabel dan lansia. Semua ini sudah dilakukan oleh Perpustakaan Nasional RI.
Semua hal itu sudah seharusnya dapat diakses oleh seluruh kalangan. Benar, seluruh kalangan, dalam hal ini berarti dapat diakses oleh anak-anak, remaja, teman difabel atau bahkan lansia sekalipun. Sebagai simbol peradaban dan pusat budaya bangsa tentunya menjadikan Perpustakaan Nasional RI harus memperhatikan para pengunjung perpustakaan. Apa gunanya memiliki berbagai macam koleksi dari beragam ilmu pengetahuan namun tidak ada yang membacanya. Apa gunanya memiliki simbol-simbol peradaban namun tidak ada yang melihat dan memaknainya. Kuncinya adalah tentu “dapat diakses oleh semua”. Baik itu maksudnya adalah dapat diakses oleh semua kalangan ataupun dapat diakses oleh semua media (cetak maupun online). Jangan sampai ada kesulitan-kesulitan dalam mengakses informasi di perpustakaan. Bayangkan, jika ada seorang anak usia 5 tahun yang ingin membaca buku cerita anak-anak, tetapi buku di perpustakaan hanya tersedia buku-buku dengan tema sains untuk usia 15 tahun ke atas. Tentunya anak ini akan bingung, tidak tertarik dengan isi bukunya, dan akhirnya tidak jadi untuk membaca buku. Bayangkan pula bagaimana jika kita ingin mengakses koleksi Perpustakaan Nasional RI di dalam situasi pandemi ini, akan sangat mudah jika kita bisa mengakses buku elektronik hanya melalui handphone. Kita tidak perlu jauh-jauh datang ke perpustakaan, karena situasi pandemi ini mengharuskan kita untuk di rumah saja. Inilah pentingnya ada inovasi-inovasi di perpustakaan. Inovasi bisa berupa jenis koleksi ataupun penggunaan teknologi seperti pada Perpustakaan Nasional RI. Sehingga semua kalangan bisa mengakses informasi sesuai dengan yang mereka butuhkan tentunya.
P.S. : Tulisan ini merupakan opini penulis. Tulisan ini pernah dilombakan namun tidak lolos seleksi sehingga penulis mempublikasikannya ke dalam blog pribadi.
Komentar
Posting Komentar